Tasu’a adalah tanggal 9 Muharram. Dinamakan demikian, diturunkan dari kata tis’ah [Arab: تسعة] yang artinya sembilan.
Pada tanggal 9 Muharram ini kita dianjurkan puasa, mengiringi puasa Asyura di tanggal 10 Muharram besok harinya. Agar puasa kita tidak menyamai puasa yang dilakukan Yahudi, yaitu pada tanggal 10 Muharram saja.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa Asyura dan beliau perintahkan para sahabat untuk melakukan puasa di hari itu, ada beberapa sahabat yang melaporkan:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya tanggal 10 Muharram itu, hari yang diagungkan orang Yahudi dan Nasrani.”
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
“Jika datang tahun depan, insyaaAllah kita akan puasa tanggal 9 (Muharram).”
Ibnu Abbas melanjutkan, “Namun belum sampai menjumpai Muharam tahun depan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah wafat.” (HR. Muslim 1916).
Dari riwayat di atas, bisa kita ambil pelejaran,
Pertama, tujuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa Tasu’a adalah untuk menunjukkan sikap yang berbeda dengan orang Yahudi. Karena beliau sangat antusias untuk memboikot semua perilaku mereka.
Kedua, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam belum sempat melaksanakan puasa itu. Namun sudah beliau rencanakan. Sebagian ulama menyebut ibadah semacam ini dengan istilah sunah hammiyah (sunah yang baru dicita-citakan, namun belum terealisasikan sampai beliau meninggal).
Ketiga, fungsi puasa tasu’a adalah mengiringi puasa asyura. Sehingga tidak tepat jika ada seorang muslim yang hanya berpuasa tasu’a saja. Tapi harus digabung dengan asyura di tanggal 10 besoknya.
Dalam Fatwa Islam (no. 21785) dinyatakan:
قال الشافعي وأصحابه وأحمد وإسحاق وآخرون : يستحب صوم التاسع والعاشر جميعا ; لأن النبي صلى الله عليه وسلم صام العاشر , ونوى صيام التاسع .
Imam As-Syafii dan pengikut madzhabnya, imam Ahmad, Ishaq bin Rahuyah, dan ulama lainnya mengatakan: Dianjurkan puasa di hari kesembilan dan kesepuluh (Muharam) secara berurutan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaksanakan puasa di tanggal 10 dan beliau telah meniatkan puasa tanggal 9 (Muharram).
An-Nawawi mengumpulkan beberapa penjelasan tentang hikmah dianjurkannya puasa tasu’a,
Para ulama dikalangan madzhab kami dan madzhab lainnya menyebutkan beberapa hikmah dianjurkannya puasa tasu’a:
Tujuan puasa Tasu’a ini adalah menyelisihi orang yang yahudi, yang hanya melaksanakan puasa di tanggal 10 saja. Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Tujuan puasa Tasu’a adalah untuk mengiringi puasa hari asyura dengan puasa di hari sebelumnya. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang puasa di hari jumat saja.
Sebagai sikap kehati-hatian dalam menentukan kapan puasa asyura, karena ketidak jelasan munculnya hilal dan kemungkinan adanya kesalahan dalam penentuan hilal Muharam. Sehingga bisa jadi tanggal 9 dalam perhitungan manusia, sejatinya merupakan tanggal 10 Muharam yang sebenarnya.