PEENYALURAN FIDYAH DAN ZAKAT MAL

Penyulan Fidyah serta Zakat Mal terbagi di 2 wilayah yakni  :

Kalisari Jakarta Timur Dan Bekasi Jawa Barat

(mencangkup yatim dan dhu’afa)

A. PENYALURAN PEMBERIAN MAKAN FIDYAH

Donasi Masuk : 

 Alhamdulillah Penyaluran Fidyah berjalan dengan lancar dan amanah diantaranya :

1. Bekasi

Disalurkan Senin, 4 Juli 2016 untuk para fakir miskin Bekasi sebanyak 37 orang berbentuk sembako dan Nasi serta lauk Berbuka puasa yang bersumber dari 5 Muhsinin ( 4diantaranya 30 Hari Puasa dan 1 muhsinin 65 hari puasa)

2. Kalisari

Disalurkan Ahad 3 Juli 2016 untuk para fakir miskin kalisari sebanyak 22 orang berbentuk sembako untuk 30 hari puasa, 8 paketnya untuk disalurkan di bekasi dan

Senin 4 juli 2016 berbuka puasa bersama sebanyak 45 paket berbuka dan lauknya untuk 90 hari puasa.

 

B. ZAKAT MAAL

*Saldo Dari Zakat Maal Akan disalurkan di kegiatan Yatim Al Islam Bandung Sesi 6 PEDULI YATIM

Alhamdulillah Penyaluran Zakat Maal berjalan dengan lancar dan amanah diantaranya :

1. Bekasi

Disalurkan Senin, 4 Juli 2016 untuk para fakir miskin Bekasi sebanyak 37 orang:

Rp.250.000/orang fakir dan miskin kalangan dhuafa dan yatim.

2. Kalisari

Disalurkan Ahad 3 Juli 2016, berjumlan 20 fakir miskin dan 24 fakir miskin kalangan yatim

Rp. 300.000/fakir miskin

Rp. 50.000/ fakir miskin kalangan yatim sebagai santunan tambahan dari zakat mall

3. Untuk Ibu Evi (Janda Dhu’afa ) Rp.1.706.700

4. Untuk Dhuafa Abu daffa Rp. 500.000 dan untuk pembayaran pendidikan Gilang Rp.600.000

C. DOKUMENTASI FIDYAH dan ZAKAT MAAL

 

Fidyah KaliSari Senin, 4 Juli 2016 pemberian makan dengan berbuka puasa untuk 90 hari Puasa

Penyaluran Zakat Maal Rp.300.000/fakir miskin di Kalisari untuk 20 Fakir Miskin

Penyaluran Zakat Maal (tambahan santunan dari kas peduli yatim) Rp.50.000/fakir miskin kalangan Yatim Kalisari untuk 20 Fakir Miskin

Yatim dapat 2 amplop (rP.150.000 dari Kas Yatim dan Rp.50.000 dari zakat maal

BEKASI

Pemberian makan  Berbuka Puasa serta sembako mentah untuk 4 pemfidyah masing-masing 30 hari puasa dan 1 pemfidyah 65 hari puasa 

Pembagian Zakat Mall  Rp.250.000 /fakirmiskin kalangan dhuafa dan yatim 37 fakir miskin kalangan dhuafa dan yatim

SANTUNAN UNTUK ABU DAFFA Rp.500.000

dan 

GILANG (Biaya Sekolah) Rp.600.000

In Syaa Allah akan kami salurkan kepada keluarga Ibu Evi (Janda Dhu’afa)

Rp.1.706.700

penyaluran in syaa Allah Syawal

Ditinggal wafat suami baru 5 bulan dan memiliki 2 anak serta anak pertama nya cacat’.

Jazaakumullahu Khayran atas kepercayaan para muhsinin kepada Komunitas PEDULI YATIM

Alhamdulillah kami menyalurkan FIDYAH DAN ZAKAT MAAL dengan Amanah, dengan berdakwah di komunitas orang-orang awam in syaa Allah berharap dakwah Sunnah, Dakwah Salafiyyah berkah di Negri ini.

Semoga Ramadhan ini lebih berkesan dan harapan diampuni dosa serta kelalaian kita Aamiin.

SELAYANG PANDANG FIDYAH

Para ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah sepakat bahwa fidyah dalam puasa dikenai pada orang yang tidak mampu menunaikan qodho’ puasa. Hal ini berlaku pada orang yang sudah tua renta yang tidak mampu lagi berpuasa, serta orang sakit dan sakitnya tidak kunjung sembuh. Pensyariatan fidyah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin” (QS. Al Baqarah: 184).[1]

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,

هُوَ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْمَرْأَةُ الْكَبِيرَةُ لاَ يَسْتَطِيعَانِ أَنْ يَصُومَا ، فَلْيُطْعِمَانِ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا

“(Yang dimaksud dalam ayat tersebut) adalah untuk orang yang sudah sangat tua dan nenek tua, yang tidak mampu menjalankannya, maka hendaklah mereka memberi makan setiap hari kepada orang miskin”.[2]

Jenis dan Kadar Fidyah

Ulama Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa kadar fidyah adalah 1 mud bagi setiap hari tidak berpuasa. Ini juga yang dipilih oleh Thowus, Sa’id bin Jubair, Ats Tsauri dan Al Auza’i. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa kadar fidyah yang wajib adalah dengan 1 sho’ kurma, atau 1 sho’ sya’ir (gandum) atau ½ sho’ hinthoh (biji gandum). Ini dikeluarkan masing-masing untuk satu hari puasa yang ditinggalkan dan nantinya diberi makan untuk orang miskin.[3]

Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa fidyah satu mud bagi setiap hari yang ditinggalkan”.[4]

Beberapa ulama belakangan seperti Syaikh Ibnu Baz[5], Syaikh Sholih Al Fauzan[6] dan Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Fatwa Saudi Arabia)[7] mengatakan bahwa ukuran fidyah adalah setengah sho’ dari makanan pokok di negeri masing-masing (baik dengan kurma, beras dan lainnya). Mereka mendasari ukuran ini berdasarkan pada fatwa beberapa sahabat di antaranya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Ukuran 1 sho’ sama dengan 4 mud. Satu sho’ kira-kira 3 kg. Setengah sho’ kira-kira 1½ kg.

Yang lebih tepat dalam masalah ini adalah dikembalikan pada ‘urf (kebiasaan yang lazim). Maka kita dianggap telah sah membayar fidyah jika telah memberi makan kepada satu orang miskin untuk satu hari yang kita tinggalkan.[8]

Fidyah Tidak Boleh Diganti Uang

Perlu diketahui bahwa tidak boleh fidyah yang diwajibkan bagi orang yang berat berpuasa diganti dengan uang yang senilai dengan makanan karena dalam ayat dengan tegas dikatakan harus dengan makanan. Allah Ta’ala berfirman,

فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

Membayar fidyah dengan memberi makan pada orang miskin.

Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhohullah mengatakan, “Mengeluarkan fidyah tidak bisa digantikan dengan uang sebagaimana yang penanya sebutkan. Fidyah hanya boleh dengan menyerahkan makanan yang menjadi makanan pokok di daerah tersebut. Kadarnya adalah setengah sho’ dari makanan pokok yang ada yang dikeluarkan bagi setiap hari yang ditinggalkan. Setengah sho’ kira-kira 1½ kg. Jadi, tetap harus menyerahkan berupa makanan sebagaimana ukuran yang kami sebut. Sehingga sama sekali tidak boleh dengan uang. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Membayar fidyah dengan memberi makan pada orang miskin.” Dalam ayat ini sangat jelas memerintah dengan makanan.”[9]

Cara Pembayaran Fidyah

Inti pembayaran fidyah adalah mengganti satu hari puasa yang ditinggalkan dengan memberi makan satu orang miskin. Namun, model pembayarannya dapat diterapkan dengan dua cara,

  1. Memasak atau membuat makanan, kemudian mengundang orang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan selama bulan Ramadhan. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh Anas bin Malik ketika beliau sudah menginjak usia senja (dan tidak sanggup berpuasa)[10].
  2. Memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak. Alangkah lebih sempurna lagi jika juga diberikan sesuatu untuk dijadikan lauk.[11]

Pemberian ini dapat dilakukan sekaligus, misalnya membayar fidyah untuk 20 hari disalurkan kepada 20 orang miskin. Atau dapat pula diberikan hanya kepada 1 orang miskin saja sebanyak 20 hari.[12]Al Mawardi mengatakan, “Boleh saja mengeluarkan fidyah pada satu orang miskin sekaligus. Hal ini tidak ada perselisihan di antara para ulama.”[13]

Waktu Pembayaran Fidyah

Seseorang dapat membayar fidyah, pada hari itu juga ketika dia tidak melaksanakan puasa. Atau diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Anas bin Malik ketika beliau telah tua[14].

Yang tidak boleh dilaksanakan adalah pembayaran fidyah yang dilakukan sebelum Ramadhan. Misalnya: Ada orang yang sakit yang tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya, kemudian ketika bulan Sya’ban telah datang, dia sudah lebih dahulu membayar fidyah. Maka yang seperti ini tidak diperbolehkan. Ia harus menunggu sampai bulan Ramadhan benar-benar telah masuk, barulah ia boleh membayarkan fidyah ketika hari itu juga atau bisa ditumpuk di akhir Ramadhan.[15]

Semoga sajian singkat ini bermanfaat.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Diselesaikan di Panggang-GK, Senin 30 Rajab 1431 H (12/07/2010)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.rumaysho.com


[1] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/1586.

[2] HR. Bukhari no. 4505.

[3] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/11538.

[4] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/21.

[5] Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 15/203.

[6] Al Muntaqo min Fatawa Syaikh Sholih Al Fauzan, 3/140.  Dinukil dari Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 66886.

[7] Fatawa Al Lajnah  Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ no. 1447, 10/198.

[8] Lihat penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarhul Mumthi’, 2/30-31.

[9] Al Muntaqo min Fatawa Syaikh Sholih Al Fauzan, 3/140.  Dinukil dari Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 66886.

[10] Lihat Irwaul Gholil, 4/21-22 dengan sanad yang shahih.

[11] Lihat penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarhul Mumthi’, 2/22.

[12] Lihat penjelasan dalam Fatawa Al Lajnah  Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ no. 1447, 10/198.

[13] Al Inshof, 5/383.

[14] Lihat Irwaul Gholil, 4/21-22 dengan sanad yang shahih.

[15] Lihat Syarhul Mumthi’, 2/22.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *